PADAMU RUMAHKU

 




Oleh: Calista Kezia Chandra

SMA Katolik Giovanni Kupang

X J


Orang bilang, rumah tidak selalu berbentuk rumah kan? Jadi aku mau mengisahkan rumah yang kumaksudkan, yang adalah “dia”. Ya dia Mungkin adalah salah satu orang yang bisa dikategorikan sebagai rumah. Tempat bagi hati dan perasaan tercurahkan.

 

Dia orang yang pernah mengambil peran menjadi salah satu sosok penyayang dalam hidupku. Aku sayangi dia bahkan sampai detik ini. Orang yang selalu mengerti dan mewarnai hari-hariku agar aku terlihat bahagia. Dia, rumahku, duniaku. Rumahku ada padanya.

 

Ah, ternyata angan-angan di atas hanya sebatas narasi saja. Memang, pernah aku jalani kisahnya tapi tak seindah itu. Setelah semua jadi kenangan apa yang mau dibuat? Biarlah jadi kenangan yang mungkin abadi di sini, dalam catatan hati ini. Semuanya telah sirna. Kisah itu tak lagi bersinar, tak lagi indah dan mekar seperti bunga-bunga di taman sekolahku.  Kisah setahun lalu itu kini tiada lagi, semuanya hilang, warna dalam hidupku hilang, rumah yang selalu ku huni sudah tidak dapat ku huni lagi sekarang.

 


SIMAK JUGA:

Inocenty Loe dalam tayangan Inspirasi Indonesia di TVRI Nasional




Semua kenangan, waktu kebersamaan, dalam rumah itu sirna oleh ego kita. Malam itu, aku meninggalkan rumah yang kujadikan sandaran saat ku merasa lelah. Aku seperti orang kehilangan arah, aku berusaha mencari rumah baru untuk ku tinggali dan berharap aku mendapatkan hal seperti yang kudapatkan pada rumah lamaku.

 

Aku mencoba untuk memasuki rumah baruku, untuk memperbaiki semua yang terjadi pada rumah lamaku. Tapi aku pikir rumah baru tak senyaman rumah lamaku. Pelukan dan kehangatan kasihnya tak mungkin sama.

 

Aku menyerah, egoku merusak segala yang ada pada rumah itu. Aku pergi ke kursi taman untuk mencari jalan keluar dan memperbaiki semuanya. Tapi semakin aku memperbaikinya semakin hancur hingga yang bisa aku lakukan hanyalah ikhlas dan pasrah. Hatiku memang tak sekuat karang di pantai. Tapi mungkin perasaan dan logikaku masih utuh untuk sebuah nama.

 

Ku ikhlas saja jika rumah itu memang sudah tidak bisa ku huni lagi. Sekarang aku di sini. Terduduk di bawah pohon yang rindang merindukan dirimu serta kenangan kita pada saat itu. Ku berharap semua akan kembali seperti awal aku memasuki rumah tersebut. Ah, mungkinkah?. Lagi dan lagi aku mencoba tapi tak sanggup, semuanya telah selesai.

  

Pada malam itu, kita akhiri hubungan kita karena ego kita masing-masing, aku ingin kembali mengejarmu seperti dahulu lagi. Tapi entah kenapa aku tidak sekuat dulu untuk menghancurkan benteng yang kau bangun, sekarang aku terlalu lelah melihat pandangamu yang kau berikan untukku. Aku berhenti mengejarmu, aku takut kau akan semakin risih dengan sikapku.

  

Setelah kisah kita berkahir, lewat teman-temanmu aku berusaha mencari tahu segala tentangmu. Aku juga berusaha melupakanmu dengan menghadirkan sosok baru tetapi yang aku dapatkan di hubungan baruku adalah bayang-bayang diriku bersamamu. Sejenak, seperti syair lagu “glimpse of us” (sekilas tentang kita)

 

Pada sekali waktu, aku berusaha menghindari interaksi langsung denganmu dan hanya melihat punggungmu dan berharap kau akan kembali dan mengatakan kalau semuanya hanyalah mimpi.

 

Berulang kali aku berusaha untuk menekankan pada diriku bahwa dia tidak sepenting itu di hidupku. Harusnya tidak sesusah ini untuk melupakan dan bersikap biasa saja seperti yang dia lakukan, tapi apa bisa aku bersikap biasa saja saat perasaanku masih menetap?

 

Ku kira setelah perbincangan kecil yang kita lakukan kemarin akan membuat semuanya membaik. Tapi melihat responnya sekarang membuat harapan itu hilang seketika. Harus bagaimana lagi untuk membuat dirimu kembali?

  

Pada akhirnya aku hanya bisa menyukainya dalam diam, melihatnya dari jauh dan terlihat tidak peduli, aku masih tetap menyimpan rasa penasaran di hati. Bagaimana hari-harinya? Apakah dia baik-baik saja? Bagaimana kabarnya? Apa hari ini ada masalah?. Tapi aku sadar bahwa mempedulikannya akan membuat rasa sesak ini bertambah.

 

Semenjak hari itu, aku tak pernah berinteraksi dengannya lagi, tak ada spam chat yang ku kirimkan untuk dekat dengannya, bahkan saat berpapasan aku pura-pura untuk tidak melihatnya dan pergi begitu saja.

 

Berharap dia menyapa dan bertanya mengapa aku tidak seperti biasanya?Mustahil. Dia tidak akan sepeduli itu. Berusaha untuk menganggap bahwa kita hanya sebatas orang yang saling mengenal. Bukan lagi sepasang hati yang utuh.  Mungkin bukan ini akhir yang aku inginkan, tapi apakah ini yang terbaik?. Adakah jawabannya setelah syair ini melintas di matamu?

Share:

10 komentar:

  1. Teruslah berkarya...

    BalasHapus
  2. Teruslah berkarya dan jadi anak yg Takut Tuhan

    BalasHapus
  3. Mantap terus kembangkan bakatmu nona calista

    BalasHapus
  4. Mantap nn cantiik,. Tuhan berkatiπŸ‘πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
  5. Terus maju dan Railah cita2Mu ,Jadilah Kebanggaannya Mama,TYB.πŸ™❤

    BalasHapus
  6. Istimewa anak sayang πŸ™
    Tetep semangat πŸ’ͺ❤️
    Roh Kudus , tuntun terus πŸ™
    Jadi la , berkat buat banyak orang πŸ™πŸ’ͺπŸ’ͺπŸ’ͺ❤️

    BalasHapus
  7. Mantap Kk Kezia. Tuhan Yesus sertai & berkati masa depan mu nak' πŸ™πŸ˜‡πŸ₯°πŸ˜˜

    BalasHapus
  8. Tuhan Yesus memberkati, teruslah berkarya sygπŸ₯°πŸ₯°πŸ™

    BalasHapus