Halo, apa kabarmu?. Sekadar tanya dan harap. Aku harap kamu dalam kondisi yang luar biasa setiap harinya.
Bagaimana denganku? Setelah hari itu aku berusaha baik. Harus aku akui, lepas darimu bukanlah hal mudah.
Aku terus saja
mengingatmu. Entah mengapa? Aku tak tahu. Yang jelas, apa yang kurasakan saat
ini bukan tentang makanan dan minuman kesukaanku. Tapi tentang kerinduan. Entah
mengapa ingatan tentangmu terus melintas di kepalaku. Terus menghantui pikiran
ini, padahal aku tak pernah berharap untuk hal itu kembali.
Pada akhirnya, harus aku akui, aku belum bisa melupakanmu. Aku terus bertahan di sini, dan berharap akan keajaiban itu. Keajaiban apa? Apa lagi kalau bukan kembalinya "Kita".
Ya,
"Kita", kamu dan aku, bersama.
Kesempatan
untuk mengulang masa-masa yang telah aku sia-siakan karena egoisme tak
berujung.
Kamu sudah
pergi, jauh. Dalam mimpiku tiap malam, kamu selalu di situ, tapi tak bisa
kugapai. Halusinasi antiklimaks yang membuatku terbangun dengan rasa bersalah
dan tak berdaya.
Ingatkah ketika
semua orang tak mendengarkanku, bahkan lupa akan eksistensiku?.
Kamu jadi
satu-satunya yang hadir dan memberikanku rasa bahagia. Kembali harus aku akui,
belum ada yang bisa mengalahkan kemampuanmu itu. Kamu memang, luar biasa.
Maafkan karena
aku tak bisa menjadi yang kamu mau, maaf jika aku terus membuatmu merasa tak
bahagia dan maaf kalau aku belum bisa dewasa.
Semua tentangmu adalah indah, tak pernah kusadari, maafkan aku.
Hari itu kita
kembali bertatap muka.
Kamu yang
selalu memahami setiap perbuatanku, kamu itu sempurna. Kamu juga yang bisa
menahan dan memaklumi egoku yang tak kalah dengan samudera Hindia.
Tak ada yang
bisa melakukan apa yang telah kamu perbuat untukku. Namun, tampaknya semua itu
harus aku kenang saja.
Aku yakin, kamu
sudah lelah. Lelah akan keeksentrikan otakku yang selalu membuatmu menghela
napas panjang. Maaf, mungkin tak cukup, tapi itu yang bisa aku berikan.
Memang bukan
yang pertama kalinya. Aku melihatmu bahagia, makanya aku bahagia. Kita saling
tatap, tapi layaknya orang tak saling kenal. “Aku tak apa-apa”, itu yang selalu
terucap dari mulut ini saat teman-temanku bertanya.
Memangnya apa
yang harus aku bilang?.
Lagi, harus aku
katakan, aku belum mampu.
Tak mampu bahkan untuk menghapus senyummu, merelakan kenyataan ini dan meninggalkan semua kenangan itu. Jujur saja, masih adakah kesempatan untuk "Kita"? Jawablah sesuai kemauanmu, karena aku masih menunggu. Menunggumu membalikkan punggung itu dan menatap. Menatapku seperti saat kita bersama.
keren bangett loh.
BalasHapusbikin b terharu😍
Sangat dalam sangat rasa sangat terharu
BalasHapus