RINDU

 







Oleh: Shyaloom Anggun Tesalonika Ottu

SMA Katolik Giovanni Kupang
X J


Halo, apa kabarmu?. Sekadar tanya dan harap. Aku harap kamu dalam kondisi yang luar biasa setiap harinya.

Bagaimana denganku? Setelah hari itu aku berusaha baik. Harus aku akui, lepas darimu bukanlah hal mudah.

Aku terus saja mengingatmu. Entah mengapa? Aku tak tahu. Yang jelas, apa yang kurasakan saat ini bukan tentang makanan dan minuman kesukaanku. Tapi tentang kerinduan. Entah mengapa ingatan tentangmu terus melintas di kepalaku. Terus menghantui pikiran ini, padahal aku tak pernah berharap untuk hal itu kembali.

 

Pada akhirnya, harus aku akui, aku belum bisa melupakanmu. Aku terus bertahan di sini, dan berharap akan keajaiban itu. Keajaiban apa? Apa lagi kalau bukan kembalinya "Kita".


Ya, "Kita", kamu dan aku, bersama.

Kesempatan untuk mengulang masa-masa yang telah aku sia-siakan karena egoisme tak berujung.

 

Kamu sudah pergi, jauh. Dalam mimpiku tiap malam, kamu selalu di situ, tapi tak bisa kugapai. Halusinasi antiklimaks yang membuatku terbangun dengan rasa bersalah dan tak berdaya.

 

Ingatkah ketika semua orang tak mendengarkanku, bahkan lupa akan eksistensiku?.

Kamu jadi satu-satunya yang hadir dan memberikanku rasa bahagia. Kembali harus aku akui, belum ada yang bisa mengalahkan kemampuanmu itu. Kamu memang, luar biasa.

 

Maafkan karena aku tak bisa menjadi yang kamu mau, maaf jika aku terus membuatmu merasa tak bahagia dan maaf kalau aku belum bisa dewasa.

Semua tentangmu adalah indah, tak pernah kusadari, maafkan aku.


Hari itu kita kembali bertatap muka.

Kamu yang selalu memahami setiap perbuatanku, kamu itu sempurna. Kamu juga yang bisa menahan dan memaklumi egoku yang tak kalah dengan samudera Hindia.

Tak ada yang bisa melakukan apa yang telah kamu perbuat untukku. Namun, tampaknya semua itu harus aku kenang saja.

 

SIMAK JUGA:


Aku yakin, kamu sudah lelah. Lelah akan keeksentrikan otakku yang selalu membuatmu menghela napas panjang. Maaf, mungkin tak cukup, tapi itu yang bisa aku berikan.

 

Memang bukan yang pertama kalinya. Aku melihatmu bahagia, makanya aku bahagia. Kita saling tatap, tapi layaknya orang tak saling kenal. “Aku tak apa-apa”, itu yang selalu terucap dari mulut ini saat teman-temanku bertanya.

Memangnya apa yang harus aku bilang?.

Lagi, harus aku katakan, aku belum mampu.

 

Tak mampu bahkan untuk menghapus senyummu, merelakan kenyataan ini dan meninggalkan semua kenangan itu. Jujur saja, masih adakah kesempatan untuk "Kita"? Jawablah sesuai kemauanmu, karena aku masih menunggu. Menunggumu membalikkan punggung itu dan menatap. Menatapku seperti saat kita bersama.

Share:

2 komentar: