KUHARAP KITA TAK BERTEMU LAGI




Oleh: Don Yustus Ronaldo Dacosta


Sepasang sepatu kusam ku kenakan untuk menerpa jalan menuju Kampus. Siang itu nampaknya tak terlukis sedikitpun panas matahari yang membakar semangat dan lambung, perjalananku hanya diselimuti curah gerimis yang menikam asa untuk terus berlari agar tidak terlambat ke kelas. 



Langkah kakiku berhenti seketika, gerimisnya semakin membuatku basah. "Lelaki yang malang", kata pohon tuak yang sempat aku singgahi untuk berteduh. "Oh Tuhan, aku tahu ini berkatMu, namun 5 menit lagi aku akan terlambat jika rintik hujan terus Engkau tabur", kataku dalam hati sambil menatap mendung awan yang sama gelapnya dengan warna kemejaku. 



Terdiam sambil mengoceh dengan nasib, aku berucap dalam hati; "Apa hari ini aku bersetubuh dengan kecewa lagi?".



Perlahan aku mengusap rambutku yang basah , aku melihat peri kecil itu lari menghampiriku dengan baju putihnya. "Sungguh sempurna Karya Tuhan" kataku dalam hati. "Hey" sapanya membuat ku terkejut.



"Bolehkah aku berteduh bersamamu?" kalimat lembut itu membuatku terdiam penuh kagum. "Iya boleh", dingin kalimatku menjawabnya. Seketika ia mengulurkan tangannya dan mengajak bersalaman. "Pemilu" katanya. Aku terkejut!, yah! "Namaku Pemilu" lanjutnya. "Lah kok? Kenapa yang menggoda selalu Pemilu, harus aku samarkan namaku seperti apa agar cocok dengan namanya? ", ucapku dalam hati.



 "Aku, pemalu", sungguh, kalimat yang dengan sendirinya keluar dari mulutku. "yah namaku Pemalu, aku adalah orang yang akan hadir saat harimu tiba. Bukan malaikat pencabut nyawa, namun aku yang malu-malu memegang sebatang paku untuk melubangi foto Keluargamu." ucapku memperjelas. 



Dia hanya tertawa seakan tak percaya, "awas jangan sampai golput", katanya. Serentak kami tertawa dan berbincang sampai lupa kalau aku harusnya sudah berada di kelas. "Aku harus meninggalkanmu" kataku sambil berancang-ancang ingin lanjut berlari ke kampus. "Hey, hati-hati! Kalau sampai waktuku,  jangan malu. "Tenang, aku bukan lagi anak dibawah umur, aku mampu menunggangi banteng agar hadir pada harimu" jawabku sambil membuka langkah pertama untuk berlari. 


SIMAK JUGA: 



Itulah cerita pertemuanku dengan Pemilu. 

Wanita cantik yang tak sempat aku sentuh hatinya. Sebab, denyut tatapannya seakan  mengajakku bertamasya di alam pikirannya. "Kuharap, ayahnya bukan seorang calon legislatif, agar ia pun tak hanya muncul saat ekonomiku sedang mendung" ucapku dalam hati sambil terus berlari. 


Ah sudahlah! Aku hanya mahasiswa semester 12 yang harus buru-buru menyelesaikan kuliahku.



BIODATA PENULIS


Don Yustus Ronaldo Dacosta, atau akrab disapa Pachy, adalah mahasiswa semester 12, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Nusa Cendana, Kupang. Asal Atambua, Kabupaten Belu, selain menyukai dunia sastra dan bahasa ia juga bergelut di bidang seni musik.

Share:

1 komentar: