Oleh: Reynard A.Koenunu
Beberapa hari belakangan,
masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) dihebohkan dengan ketetapan pemerintah bahwa Siswa SMA di beberapa sekolah di Kota Kupang mulai bersekolah jam 05.00 Wita. Hal ini tentu menimbulkan pro
dan kontra di tengah masyarakat.
Jika ditinjau kembali, NTT
adalah satu-satunya di Indonesia yang menerapkan itu, bahkan di dunia. Para
murid SMA harus bangun jam 4 pagi demi menempuh pendidikannya. Sebuah
penelitian membuktikan bahwa waktu paling ideal untuk belajar adalah jam
07.00-11.00.
Kembali kepada keputusan
pemerintah, jika sekolah dimulai jam 05.00 pagi, efektif kah? Banyak siswa yang
jarak tinggalnya begitu jauh dari sekolah ditambah lagi kendala transportasi
dan masalah keamanan yang dihadapi.
Para siswa akan kebanyakan
mengantuk di sekolah ketimbang mengikuti pembelajaran dengan baik. Sistem
seperti ini juga akan menimbulkan masalah baik secara psikis maupun sosial.
Ditinjau dari dimensi guru,
merekalah yang paling dipengaruhi. Mereka harus bangun lebih awal demi bersiap
dan pergi ke sekolah untuk pembelajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa gaji guru
di Indonesia masih rendah.
Dengan gaji yang demikian,
guru dituntut mengajar anak-anak, setelah itu harus mempersiapkan bahan ajar
dan perangkat lainnya untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Belum lagi mereka juga
harus mengurus keluarga mereka masing-masing. Namun demikian, mereka
diperlakukan seolah mesin.
Sudah hilangkah dimensi
kemanusiaan dari sistem pendidikan kita? Ditambah lagi kalau sekolah dimulai
jam 5 pagi, apakah itu keputusan yang tepat?
Kalau kita melihat falsafah
pendidikan yang dicetuskan oleh bapak pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara,
beliau berkata bahwa "Tujuan dari pendidikan adalah kebahagiaan dan dalam
prosesnya, pendidikan tidak dapat dipaksakan, ia harus dibina sebaik mungkin ke
dalam diri seorang murid".
Winkel berkata"Belajar
adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman". Apakah keputusan ini sesuai falsafah pendidikan bangsa kita?
Bercermin dari itu, apabila
kita melihat negara negara yang maju, sistem pendidikan mereka lebih fleksibel.
Finlandia contohnya, mereka hanya belajar 6 jam sehari, tanpa pr, dan dalam
prosesnya pun terdapat 15 menit istirahat setiap 45 menit belajar.
Meski demikian, Finlandia
memimpin sistem pendidikan dunia. Ini menunjukkan bahwa bukan kuantitas waktu
yang perlu ditambah, namun perbaikan kualitas pendidikan itu sendirilah yang
penting. Kalau kita memperbaiki mulai dari pendidikan di ranah yang paling
kecil, di dalam lingkungan keluarga, maka kita akan menikmati hasil yang
berlimpah.
Kualitas guru dan muridlah
yang terutama dalam "merestorasi" Pendidikan. Guru adalah pionir
perubahan, dan murid yang meneruskannya. Murid harus dibentuk pola perilakunya
sejak kecil dan diajarkan mulai dari lingkungan yang paling kecil, agar ia
bertumbuh menjadi manusia yang berbudi luhur.
Jika diterapkan sekolah jam 5
pagi, apakah efektif? Jika tidak, sia siakah sprit restorasi pendidikan? Saya
tidak bermaksud menyinggung siapapun, ini sekedar opini saya, sebagai seorang
siswa SMA yang belajar berdemokrasi
*Reynard A. Koenunu adalah siswa SMA Katolik Giovanni Kupang
Terimakasih atas tulisan anda. Saya setuju & sependapat dgn anda.
BalasHapusTerimakasih
BalasHapussangat setuju dgn pendapat anda...
BalasHapus